Afghan; Teguh dan Bijaksana
Keberanian Afghanistan untuk mewakili Allah dalam menyelenggarakan kekuasaan dengan mengabaikan AS dan Sekutu merupakan kebijakan yang tepat. Sebab ketika AS sebagai negara terkuat saja putus asa menjinakkan Afghan secara militer, lalu negara mana lagi yang akan berani mencoba menjajahnya? Ketika monster terkuat saja angkat tangan, maka tidak ada lagi alasan untuk menyisakan rasa takut kepada manusia, rasa takut sudah waktunya diserahkan bulat untuk Allah. Inilah makna yang tersirat dari salah satu ayat penutup dari risalah kenabian Muhammad saw setelah berhasil menjinakkan seluruh kekuatan jahat di Jazirah Arab:
ٱلۡیَوۡمَ یَئِسَ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ مِن دِینِكُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَٱخۡشَوۡنِۚ ٱلۡیَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِینَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَیۡكُمۡ نِعۡمَتِی وَرَضِیتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِینࣰاۚ
Pada hari ini orang-orang kafir putus asa dari mengganggu agamamu (ketundukanmu kepada Allah) maka jangan lagi kamu takut kepada mereka tapi takutlah hanya kepada-Ku. Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu (Islam) dan Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan Aku ridhai Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah: 3)
Orang-orang kafir yang dimaksud pada ayat ini adalah kaum Quraisy bersama suku-suku Arab yang menjadi sekutunya dan kaum Yahudi yang berdomisili di sekitar Madinah. Ketika ayat ini turun yaitu pada tahun 10 H, dua kekuatan itu telah dikalahkan. Karena itu, tak ada lagi alasan bagi Nabi saw untuk menyisakan rasa takut dalam mengamalkan ketundukan sempurna kepada Allah. Dengan kata lain, tegakkan hukum Allah, pastikan sistem politik dan ekonomi sepenuhnya mengikuti aturan Allah, jangan ada yang dikurang-kurangi karena pertimbangan ancaman kaum kafir.
Jika dalam kondisi kaum kafir sudah dikalahkan (berarti sudah putus asa mengganggu mekanisme ketundukan kepada Allah) tapi masih juga Nabi saw khawatir akan gangguan mereka, sehingga aturan Allah tak berani ditegakkan dengan sempurna, itu berarti tidak bijaksana dan tidak loyal kepada Allah. Jika itu terjadi, kesetiaan Nabi saw kepada Allah patut dipertanyakan. Kebijaksanaan dan kedewasaannya juga layak diragukan. Ibarat orang yang masih takut melintas padahal ular pengganggu di jalan sudah dibunuh. Tubuh ular masih ada tapi sudah tak bisa mengancam, jika masih ditakuti juga, berarti sama dengan anak-anak atau wanita yang bersikap mengikuti rasa semata, bukan pemimpin umat yang pemberani dan bijaksana.
Kondisi masa itu kurang lebih sama dengan kondisi saat ini yang dialami Afghanistan. Kekuatan terbesar dunia telah dipukul keluar dari tanah Afghan, meski masih kuat di wilayahnya sendiri di benua Amerika sana, tapi sudah bermakna AS putus asa mengganggu pelaksanaan Islam di tanah Afghan. Karena itu, tak ada pilihan lain kecuali menempatkan diri sebagai perwakilan Allah dalam menyelenggarakan kekuasaan, dengan mengabaikan AS dan komentar nyinyir manusia sedunia.
Mujahidin Afghan paham betul apa itu izzah – harga diri Islam dan umat Islam. Afghan dengan kepala tegak memegang erat kesetiaan kepada Allah, terserah apa penilaian dunia. Toh Allah bekali Afghan dengan berbagai kekayaan alam yang melimpah, baik di perut bumi maupun di atasnya. Tidak perlu mengemis bantuan dari negara lain.
Jika kekayaan alam itu dikelola dengan benar, akan menghasilkan kemandirian ekonomi. Dunia justru akan datang mendekat dengan sendirinya. Dan mereka yang dengan suka hati akan memberikan pengakuan diplomatik ketika mereka tergiur keuntungan ekonominya. Afghan tidak perlu mengemis pengakuan diplomatik tapi pada akhirnya dunia akan datang sendiri mengakui, dengan izin Allah. Itu hanya soal waktu. Kekayaan Afghan terlalu seksi untuk diabaikan oleh para pemburu cuan.
Apalagi jika posisi Afghan bisa dijadikan mitra ekonomi maupun politik. Seperti yang terjadi dengan Rusia, ia ingin mencari mitra sebanyak-banyaknya demi menggembosi kemitraan yang dibangun AS sebagai musuh bebuyutannya. Rusia pasti berpikir untuk memberikan pengakuan diplomatik demi menguatkan posisinya di hadapan AS. Demikian pula China. Jika dua negara ini sudah memulai, pasti disusul banyak negara lain.
Afghan; Tayangan Live Islam yang Sempurna dan Indah
Dengan kawalan syariat Islam yang ketat, Afghanistan berpotensi menjadi negara terbaik di dunia. Secara keamanan stabil, ekonomi tumbuh bagus, kemiskinan berkurang, keadilan tegak, kezaliman tidak diberi tempat, opium diberantas, dan para pejabat bersih tidak korupsi. Jika ini tercapai, semua tuduhan miring dan gambar hantu yang disematkan terhadap Afghan akan terkikis dengan sendirinya. Bahkan akan banyak rakyat di dunia yang berharap diatur dengan syariat Islam, karena melihat keberhasilan yang dicontohkan Afghan.
Dahulu Taliban meluaskan wilayah dengan cara menegakkan syariat Islam. Rakyat merasakan manfaatnya. Satu kampung diikuti kampung berikutnya, menular dengan cepat, atas permintaan masyarakat sendiri. Jika pada masa itu terjadi dalam level Afghan, tak tertutup kemungkinan fenomena ini akan terjadi pada level global. Pihak yang minta bukan lagi masyarakat di satu kampung, tapi rakyat di satu negara, minta ditegakkan syariat Islam seperti di Afghan agar bisa hidup aman, damai, makmur dan bahagia seperti yang dirasakan rakyat Afghan.
Afghan ibarat laboratorium modern untuk pelaksanaan Islam utuh yang dilindungi kekuasaan berdaulat. Manusia modern – baik muslim maupun non muslim – perlu melihat praktek langsung Islam yang penuh rahmat di alam nyata, bukan sajian sejarah yang hanya bisa dibaca. Seperti sejarah keadilan zaman Umar bin Khatab, atau sejarah kemakmuran dan pemerataan ekonomi pada zaman Umar bin Abdul Aziz dan sebagainya.
Menangkap Pesan Keunikan Afghan
Bangsa Afghan (diwakili para pemimpin Taliban) menangkap dengan cerdas isyarat taqdir Allah. Afghan Allah taqdirkan secara geografis bergunung-gunung yang menjadi benteng alam kokoh sehingga sulit ditaklukkan oleh siapapun. Juga didukung dengan penduduknya yang sangat tangguh dalam peperangan, serta loyalitas yang amat kuat terhadap Islam.
Sepanjang sejarahnya, semua bentuk upaya penaklukan terhadap Afghan pasti akan berakhir dengan kekalahan, sehingga orang menyebutnya sebagai kuburan imperium. Pada era kekinian, masih hangat dalam ingatan imperium Uni Sovyet yang membawa ratusan ribu tentara dan senjata, hanya mampu bertahan sekitar 10 tahun. Setelah itu imperium Amerika bersama Sekutu, hanya bisa bertahan 20 tahun untuk kemudian pulang pada 2021 dengan kepala tertunduk.
Karakteristik Afghan yang unik ini seolah terkandung pesan tersirat dari Allah, “Kalian didukung dengan alam yang keras, bangsa yang tangguh, dan komitmen memegang Islam yang kuat, maka kalian harus menjadikan Afghan sebagai benteng Islam yang kokoh, jangan takut dengan bangsa-bangsa lain, yang punya kekuatan super saja menyerah apalagi yang lebih lemah”.
Kepekaan para pemimpin Taliban untuk “mendengar” pesan ini dan mewujudkannya secara nyata di lapangan sungguh sebuah puncak hikmah. Pilihan tepat saat umat Islam sedang kalah dan terzalimi di mana-mana dan kekuatan kufur merajalela sejadinya. Mereka seperti batu karang yang kokoh di tengah ombak dahsyat di samudera.
Kini waktunya untuk membuktikan, siapa yang akan bertahan dengan prinsipnya. Apakah Afghan yang akan melunak dengan menurunkan kadar keislaman demi mengemis pengakuan diplomatik dunia internasional, ataukah negara-negara dunia yang melunak karena ada kepentingan sehingga mengakui secara diplomatik meski Afghan tetap teguh dengan prinsipnya? Waktu yang akan menjawab.