Belajar Memahami Suriah Baru
Tiba-tiba rezim Asad di Suriah tumbang dalam waktu singkat. Dunia terkejut dan tidak siap dengan perkembangan cepat ini. Para mujahidin Suriah juga terkejut, tiba-tiba mendapat amanat keukuasaan yang begitu kompleks dan rasanya belum siap. Masih seperti mimpi, seolah belum yakin mendapat hadiah besar secara mendadak.
Sebagian orang langsung mematok hasil maksimal untuk Suriah. Mereka segera membayangkan khilafah akan kembali tegak mengulang zaman Bani Umayah yang menjadikan Damaskus sebagai ibukota. Lalu segera membayangkan pasukan besar dari tanah Suriah menyerbu masuk ke Palestina dan bebaslah Baitul Maqdis.
Mereka yang sedang bermimpi terlalu indah itu harus dicubit keras agar segera bangun dan melihat lagi dunia dengan mata biasa. Memang hadits tentang penaklukan Baitul Maqdis itu pasti akan terjadi, tapi Nabi saw tidak menjelaskan kapan waktunya. Karenanya tidak bisa dipaksakan bahwa itu akan terjadi pada periode tahun-tahun ini. Bisa ya bisa tidak. Hal yang perlu dipersiapkan, jangan kecewa jika belum sekarang. Biarlah Allah yang atur timing-nya.
Fase-fase bangkitnya peradaban tak berbeda dengan fase-fase pertumbuhan manusia. Jika masih balita tapi sudah menantang gulat lawan orang dewasa, pasti akan kalah. Kita harus paham kita berada di fase mana, untuk menentukan dengan bijak apakah kita sudah waktunya meladeni tantangan preman ataukah masih perlu mengabaikannya karena masih fokus menambah porsi latihan biar lebih siap.
Perbedaan lokasi juga mempengaruhi. Pilihan sikap di Afghan berbeda dengan pilihan sikap di Suriah atau di tempat lain. Tidak bisa standar yang dipakai di satu tempat harus dipakai juga di tempat lain. Hal ini mirip dengan fatwa, bisa berbeda isinya karena perbedaan tempat. Masing-masing lokasi punya keunikan situasi dan kondisi. Semakin kita paham persamaan dan perbedaannya, semakin bijak dalam melihat masalah.
Fase-fase Kebangkitan Islam
Fase ujung dan paling tinggi dari kebangkitan Islam adalah jika Islam dipraktekkan secara sempurna dari A sampai Z tak ada kekuatan eksternal yang berani mengganggunya. Pencapaian diukur berdasarkan amal, bukan ilmu. Sebagaimana surga diberikan atas amal bukan ilmu yang ada di kepala.
Jika Allah punya wakil (baca: khalifah) di dunia yang loyal penuh kepada Allah, berarti kekuasaan-Nya berlaku efektif di bumi sebagaimana berlaku efektif di langit. Kekuasaan ditandai dengan kendali, dan kendali ditandai dengan berlakunya hukum.
Sebaliknya, pencapaian tertinggi Iblis adalah jika ia bisa memasang wakilnya untuk menyelenggarakan kekuasaan kebatilan di bumi dan tak ada yang berani mengganggunya. Seperti pencapaiannya saat ini, ketika dunia digenggam oleh AS dan antek-anteknya. Dalam sejarah, Iblis belum pernah punya perwakilan sekuat AS yang cengeramannya menjangkau seluruh jengkal bumi.
Namun sebelum tercapai fase puncak ini, kita mesti paham bahwa ada fase-fase yang perlu dilalui. Tidak bisa lompat atau potong kompas.
- Fase pertama: melatih otot. Misalnya, saat umat Islam buta sama sekali dengan syariat jihad, Allah bukakan tempat untuk belajar. Afghan dijajah Uni Sovyet pada 1979. Inilah momen pertama jihad dipelajari umat dengan utuh pasca runtuhnya khilafah Turki Usmani. AS “dihadirkan” oleh Allah untuk membantu persenjataan mujahidin.
- Fase kedua: menghentikan kezaliman. Apa yang terjadi di Suriah rasanya pas dimasukkan dalam fase ini. Fokusnya menghentikan kezaliman yang dialami umat Islam. Tercapainya agenda ini saja sudah menjadi kemajuan penting bagi umat, meski terbatas di tanah Suriah. Sementara kezaliman di Gaza dan Palestina secara umum belum bisa dihentikan.
- Fase ketiga: melemahkan musuh. Sebetulnya musuh dalam proses pelemahan dirinya sendiri dengan terjadinya konflik sesama kafir. AS berseteru keras melawan Rusia, juga lawan China. Bagaimanapun hal ini akan memberi dampak pelemahan buat AS sang penyokong setia Israel. Apalagi jika Timur Tengah juga memainkan peran dalam pelemahan ini, Israel akan makin kehilangan kekuatan.
- Fase keempat: membebaskan Baitul Maqdis. Pembebasan Baitul Maqdis menjadi simbol kekalahan Yahudi dan Nasrani yang saat ini mencengkeram dunia. Baitul Maqdis ibarat panji perang, jika telah jatuh tak ada tangan yang bisa mengangkatnya, peperangan berakhir. Meski masih banyak tentara yang hidup.
- Fase kelima: menegakkan hukum Allah dengan sempurna. Ujung dari seluruh fase ini adalah tegaknya kerajaan Allah di bumi sebagaimana tegak dengan sempurna di langit. Seorang khalifah tak lebih sebagai perdana menteri dan rajanya adalah Allah. Kekuasaan manusia tidak boleh menjadi oposisi terhadap kerajaan Allah. Fungsi inilah yang Allah inginkan dari bani Adam semenjak Allah menciptakan Adam dan mengumumkannya di hadapan malaikat. Karenanya disebut dengan istilah khalifah.
Suriah dan Agenda Penghentian Kezaliman
Afghan bisa dimaklumi jika langsung lompat ke fase terakhir, karena punya track record menyingkirkan dua raksasa terkuat dunia yaitu Uni Sovyet dan Amerika. Penegakan syariat berbanding lurus dengan tingkat gangguan dari luar. Jika gangguan dari luar sudah bisa diatasi, tak ada alasan untuk menunda.
Suriah sama sekali berbeda dengan Afghan, sehingga akan menjadi bunuh diri jika meniru Afghan. Terdapat banyak sekali perbedaan karakter antara Afghan dengan Suriah. Perbedaan ini akan berimbas pada pilihan corak ideologis dalam menyelenggarakan kekuasaan kelak. Maksudnya, kadar Islam yang akan diterapkan kemungkinan besar tak akan sama dengan Afghan.
Kita sebagai penonton wajib tahu perbedaan ini, agar kita punya bekal permakluman jika nantinya setelah masa transisi selesai yaitu pada 1 Maret 2025 ternyata Suriah berbeda dengan Afghan. Beberapa perbedaan itu misalnya:
- Pertama, secara geografis Suriah berada di tengah-tengah wilayah yang paling panas di bumi. Punya irisan wilayah dengan Israel, Turki, Iraq, Lebanon dan Yordania. Suriah menjadi wilayah penyangga bagi Israel, karenanya Israel sangat berkepentingan untuk menjinakkannya berapapun harga yang harus dibayar. Maknanya, jika Suriah memaksakan diri meniru Afghan, Israel dan sekutu loyalnya seperti AS dan Eropa pasti akan bertindak keras. Agenda penghentian kezaliman buyar, kembali ke fase terzalimi.
- Kedua, kontur wilayahnya tidak seekstrim Afghan, dan tidak punya sejarah sebagai penakluk imperium. Sebaliknya Suriah menjadi wilayah strategis bagi banyak peradaban dunia yang menguasainya. Pernah menjadi wilayah penting bagi Romawi Timur. Pernah diikuasai Persia. Pernah ditaklukkan Mongol. Pernah menjadi ibukota Khilafah Bani Umayah. Dan khusus dalam konteks persaingan tiga agama yaitu Yahudi, Nsrani dan Islam, penguasaan Suriah selalu menjadi satu rangkaian dengan penguasaan Baitul Maqdis. Karenanya Suriah menjadi perebutan paling sengit sebelum menaklukkan Baitul Maqdis. Pilihan corak politik yang diambil harus mempertimbangkan ini semua.
- Ketiga, musuh yang ditaklukkan mujahidin Suriah bukan negara adidaya, tapi hanya rezim Asad yang lebih merepresentasikan kekuatan lokal atau regional. Beda dengan Afghan, musuh yang disingkirkan adalah negara superpower, negara terkuat di bumi. Maknanya, jika Suriah ngotot dengan warna Islam yang pekat seperti Afghan, besar kemungkinan kekuatan adidaya akan hadir menghajarnya. Akhirnya hanya pindah dari pendudukan oleh rezim Asad menjadi pendudukan oleh negara yang lebih kuat. Kezaliman terhadap penduduk Suriah tak berhenti, hanya berganti wajah.
- Keempat, agenda menegakkan hukum Allah secara penuh masih terlalu berat bagi Suriah untuk saat ini. Agenda ini akan menciptakan badai dahsyat yang menerpa dari luar. Beda dengan agenda menghilangkan kezaliman (seperti nama operasi yang dilancarkan HTS yang kemudian berbuah kemenangan ini, yaitu ردع العدوان yang bermakna menghentikan kezaliman). Agenda menghentikan kezaliman Bashar Asad terhadap rakyatnya sendiri justru melahirkan dukungan dari luar. Poin inilah yang agaknya menjadi titik pijakan posisi para pejuang Suriah. Bagian dari sikap dewasa dan bijak, tidak terburu-buru karena semua perlu proses dan tahapan.
- Kelima, jika Suriah ngotot dengan agenda menegakkan kekuasaan Islam seperti Afghan, sementara sekelilingnya masih berada pada fase terjajah dan terzalimi, seperti Gaza dan Palestina, justru akan mengembalikan Suriah pada tahap yang sama. Sebab dunia luar pasti akan memanfaatkan sentimen anti Islam untuk menghajar Suriah dengan keras, dan itu artinya Suriah akan kembali ke fase terzalimi seperti Gaza, tak bisa beranjak ke fase berikutnya untuk menata diri lebih baik.
- Keenam, fase penegakan kekuasaan Islam itu akan tiba pada waktunya, menunggu perubahan di sekelilingnya, seperti Mesir, Lebanon, Yordania dan lain-lain. Suriah tak akan mempu sendirian menahan badai yang datang jika belum ditemani Mesir, Lebanon dan negara-negara muslim tetangganya. Jika sekelilingnya masih seperti sekarang, yang dicengkeram rezim pro Israel, Suriah tak akan aman sendirian.
- Ketujuh, di tengah perebutan keras terhadap Suriah dari negara-negara tetangga maupun dari negara-negara kuat yang jauh, Suriah lebih baik memainkan politik dan me-manage persaingan itu menjadi hal yang menguntungkan buat Suriah. Dibanding Suriah memaksakan diri berwarna Islam terlalu pekat, sehingga semuanya mengambil posisi memusuhi. Hal ini berbeda dengan Afghan, yang lebih pas menempatkan diri laksana batu karang karena memang faktanya kokoh bak batu karang.
- Kedelapan, lokasi Afghan terpencil jauh dari panggung utama konflik (Baitul Maqdis) sehingga dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan. Afghan seperti “anak nakal” tapi ada di luar rumah, tidak mengapa dibiarka saja. Beda halnya dengan Suriah. Jika ia “nakal” pasti akan diborgol dan dipenjara karena pengaruhnya sangat kuat di dalam rumah.
Pelaksanaan Syariat Mengikuti Qudrah
Pelaksanaan syariat, baik individu maupun negara, mengikuti qudrah atau kemampuan. Seperti shalat, jika tak mampu berdiri, dilaksanakan dengan duduk. Jika tak mampu duduk, dilaksanakan dengan berbaring. Allah menilai kesungguhan niat dan kesetian hatinya, bukan gambar pelaksanaannya.
Demikian pula pelaksanaan syariat dalam konteks negara. Jika tekanan atau ancaman dari luar terlalu kuat dan secara kalkulasi tak mampu dihadapi oleh negara, pelaksanaan syariat disesuaikan dengan tingkat ancaman tersebut. Sholat yang tidak dipersoalkan oleh kekuatan luar, wajib dilaksanakan. Demikian pula dengan ibadah yang lain. Tapi hukum pidana yang menjadi sorotan dan akan menyebabkan perang, boleh ditunda atau diganti dengan yang lebih ringan asal tujuan di balik syariat itu tetap terlaksana. Misalnya, jika tujuannya adalah membuat orang takut dan jera, bisa dipilih bentuk lain yang tidak memicu perang dari luar.
Suriah baru agaknya akan menggunakan pendekatan seperti ini. Nama negaranya mungkin masih jumhuriyah bukan imarah islamiyah. Pemimpinnya bukan amir atau sultan atau khalifah tapi presiden. Hukum pidana yang berlaku disesuaikan dengan tujuan membuat jera. Ini semua demi melanggengkan agenda menghentikan kezaliman. Jangan sampai agenda ini gagal dipertahankan karena berkobar perang baru.
Tata Diri, Tunggu Momentum
Jika Suriah stabil dan keadilan bisa ditegakkan, bukankah ini menjadi waktu yang baik untuk menata diri? Pelajaran dari Shulhul Hudaibiyah adalah kondisi damai dan stabil karena gencatan senjata 10 tahun dengan Quraisy digunakan Nabi saw untuk menyebarkan dakwah, membina ekonomi dan mendidik umat menjadi lebih baik. Hanya berselang tiga tahun kemudian Makkah berhasil dibebaskan.
Hal serupa semoga terjadi pada kasus Gaza, Palestina dan Baitul Maqdis. Ketika Suriah memilih kompromi sehingga bisa tercipta kondisi stabil dan damai, waktu yang tersedia bisa digunakan untuk memaksimalkan pengajaran Islam kepada masyarakat, menyebarkan dakwah, memajukan pendidikan, meningkatkan ekonomi, membangun kembali gedung-gedung yang runtuh.
Kelak ketika momentum pembebasan Baitul Maqdis tiba, umat Islam di Suriah sudah lebih siap. Selama periode menunggu ini, semoga Mesir juga berubah. Lebanon juga berubah. Saudi juga berubah. Sebaliknya Israel sudah makin lemah, Amerika jatuh dalam konflik internal, dan dunia kekafiran sedang saling terkam. Semua ini Allah yang atur, tugas kita hanya berusaha dan meniti jalan-Nya dengan sebaik mungkin. Hindari ghuluw, tergesa-gesa dan buruk sangka terhadap saudara seiman. Kita doakan saja semoga Allah memberi bimbingan kebijaksanaan, hikmah dan rahmat kepada para pemimpin Suriah baru dan kepada seluruh umat Islam.
Kabul dan Damaskus memang penampakan wajahnya tidak sama. Tapi keduanya merupakan cermin kedewasaan para pemimpinnya hasil asuhan Ilahi yang panjang. Kelak keduanya akan bersatu insyaallah ketika panggilan Ilahi sudah tiba; pembebasan Baitul Maqdis.